Sabtu, 05 Oktober 2013
Minggu, 09 Juni 2013
Alat Ukur Proteksi Radiasi Kalibrasi Alat Ukur
Kalibrasi Alat Ukur
Sudah merupakan suatu ketentuan bahwa setiap alat ukur proteksi
radiasi harus di kalibrasi secara periodik oleh instansi yang berwenang. Hal ini
dilakukan untuk menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai
sebenarnya. Perbedaan nilai antara yang ditampilkan dan yang sebenarnya harus
dikoreksi dengan suatu parameter yang disebut sebagai faktor kalibrasi ( Fk
). Dalam melakukan pengukuran, nilai yang ditampilkan alat harus dikalikan
dengan faktor kalibrasinya. Secara ideal, faktor kalibrasi ini bernilai satu,
akan tetapi pada kenyataannya tidak banyak alat ukur yang mempunyai faktor
kalibrasi sama dengan satu. Nilai yang masih dapat 'diterima' berkisar antara
0,8 sampai dengan 1,2. Faktor Kalibrasi dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Dimana
Ds adalah nilai dosis sebenarnya, sedangkan Du adalah
nilai yang ditampilkan alat ukur. Terdapat dua metode untuk melakukan kalibrasi
yaitu:
-
menggunakan sumber radiasi standar
-
menggunakan alat ukur standar
Cara pertama, alat ukur diletakkan pada jarak tertentu, misalnya
1 m, dari sumber standar yang telah diketahui jenis nuklida maupun aktivitasnya.
Dosis paparan yang mengenai survaimeter (Ds) ditentukan berdasarkan
perhitungan. Cara kedua, alat ukur yang akan dikalibrasi dan alat ukur standar
diletakkan pada jarak yang sama dari suatu sumber, sehingga dosis radiasi yang
mengenai dua alat ukur tersebut sama. Nilai dosis radiasi yang ditampilkan oleh
alat ukur standar dianggap sebagai dosis sebenarnya ( Ds ).
Tanggapan atau respon suatu alat ukur terhadap dosis radiasi
ternyata berbeda untuk energi radiasi yang berbeda. Setiap alat ukur seharusnya
dikalibrasi dengan sumber yang mempunyai tingkat energi yang 'sama' dengan
tingkat energi radiasi yang digunakan di lapangan.
Perbedaan respon tersebut sangat “significant” pada rentang energi di bawah 200
keV seperti terlihat pada Gambar IV.5 berikut. Pada rentang energi di atas 500
keV, perbedaan responnya sudah tidak terlalu besar.
sumber: http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_05.htm
Label:
alat ukur proteksi radiasi
Jumat, 07 Juni 2013
Alat Ukur Proteksi Radiasi Monitor Kontaminasi
Monitor Kontaminasi
Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya,
apalagi kalau sampai terjadi di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi
kalau bekerja dengan sumber radiasi terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk,
atau gas. Adapun yang terkontaminasi biasanya adalah peralatan, meja kerja,
lantai, tangan, sepatu.
Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah
terkontaminasi sangat rendah, maka alat ukur ini harus mempunyai efisiensi
pencacahan yang sangat tinggi. Detektor yang digunakan untuk monitor kontaminasi
ini harus mempunyai “jendela” (window) yang luas, karena kontaminasi tidak
selalu terjadi pada satu daerah tertentu, melainkan tersebar pada permukaan yang
luas. Tampilan dari monitor kontaminasi ini biasanya menunjukkan kuantitas
radiasi (laju cacah) seperti cacah per menit atau cacah per detik (cpd). Nilai
ini harus dikonversikan menjadi satuan aktivitas radiasi, Currie atau Becquerel,
dengan hubungan sebagai berikut.
A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah
dan
h
adalah efisiensi alat pengukur. Monitor kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu monitor kontaminasi permukaan, monitor kontaminasi perorangan dan monitor
kontaminasi udara (airborne). Monitor kontaminasi permukaan (surface monitor)
digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi segala permukaan, misalnya meja
kerja, lantai, alat ukur ataupun baju kerja.
Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur tingkat
kontaminasi pada bagian-bagian tubuh dari pekerja radiasi. Bagian tubuh yang
paling sering terkontaminasi adalah tangan dan kaki, sehingga terdapat monitor
kontaminasi khusus untuk tangan dan kaki yaitu hand and foot contamination
monitor. Suatu instalasi yang modern biasanya
dilengkapi dengan monitor kontaminasi seluruh tubuh (whole body monitor).
Setiap pekerja yang akan meninggalkan tempat kerja harus
diperiksa terlebih dahulu dengan monitor kontaminasi.
Monitor kontaminasi udara digunakan untuk mengukur tingkat
radioaktivitas udara di sekeliling instalasi nuklir yang mempunyai potensi untuk
melepaskan zat radioaktif ke udara.
Sebagaimana survaimeter, detektor yang digunakan di sini dapat
berupa detektor isian gas, sintilasi ataupun semikonduktor. Detektor yang paling
banyak digunakan adalah detektor isian gas proporsional untuk mendeteksi
kontaminasi pemancar alpha atau beta dan detektor sintilasi NaI(Tl) untuk
kontaminasi pemancar gamma. Khusus untuk monitor kontaminasi udara biasanya
dilengkapi dengan suatu penyaring (filter) dan pompa penghisap udara untuk
“menangkap” partikulat zat radioaktif yang bercampur dengan molekul-molekul
udara.
sumber: http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_04.htm
Label:
Surveimeter
Minggu, 02 Juni 2013
Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Cara Pengukuran
Cara Pengukuran Radiasi
Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse
mode) dan cara arus (current mode).
Sistem pengukur yang
digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor
radiasi biasanya menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan
aplikasi dan penelitian menerapkan cara pulsa (pulse mode).
Cara pulsa
Setiap
radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik,
baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi.
Bila kuantitas radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa
listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin besar
energinya semakin tinggi pulsanya.
Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah
-
jumlah pulsa (cacahan)
-
tinggi pulsa listrik.
Untuk meng "konversi" kan sebuah
radiasi menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat
dipengaruhi oleh jenis detektornya. Bila
terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi
detektor,
maka radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.
Tampilan
sistem pengukur dengan cara pulsa biasanya berupa angka seperti gambar berikut.
Cara Arus
Pada
cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi pulsa
listrik secara satu per satu, melainkan rata-rata dari akumulasinya dalam
konstanta waktu tertentu dan dipresentasikan sebagai arus listrik. Semakin
banyak kuantitas atau energi radiasi per
satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.
Karena proses konversi pada cara
arus ini tidak dilakukan secara individual maka cara ini tidak dapat memberi
informasi jumlah pulsa (cacahan) maupun tinggi setiap pulsa. Informasi yang
dihasilkan cara pulsa ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan
perkalian jumlah pulsa dan tingginya.
Tampilan
sistem pengukur dengan cara arus biasanya berupa jarum penunjuk seperti gambar
berikut.
Label:
proteksi radiasi
Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Jenis Detektor
Jenis Detektor Radiasi
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti
mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang
sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis
radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat
mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini
hanya akan dibahas tiga jenis detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor
semikonduktor.
Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk
mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif,
serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai
anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif
disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor
ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding
silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion
positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut
sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi
gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan
di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik
ataupun arus listrik.
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang
sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan
pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila
di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya
semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga
mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan
listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan
oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi, detektor
proporsional, dan detektor Geiger Mueller
(GM).
Detektor
Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang
dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila
menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh
karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan
cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan
penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan
energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Detektor
Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di
daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi.
Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan
sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi
radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi
pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan
untuk detektor ini harus sangat stabil.
Detektor
Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai
saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa
lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi
radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang
dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor
yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak
perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi
radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.
Detektor Sintilasi
Detektor
sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas,
yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan
sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor
sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
proses
pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan
sintilator dan
proses
pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier
Bahan
Sintilator
Proses
sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal
bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita
valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada
keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan
di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat
kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita
valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian
elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi
bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi
oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan
cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh
photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan
sebagai detektor radiasi.
Kristal
NaI(Tl)
Kristal
ZnS(Ag)
Kristal
LiI(Eu)
Sintilator
Organik
Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini
sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena berwujud
cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator
cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini
sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi
b
berenergi rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat
campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk
tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat
mencapai photomultiplier.
Tabung
Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua
bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus
listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5.
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron
bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang
dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama.
Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh
elektron.
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode
kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga
elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan
sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
Bahan
semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor
di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Pada
dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus
listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan
di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita
konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron
untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas.
Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV )
sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat
tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita
konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda
potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi
radiasi diubah menjadi energi listrik.
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan
tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan
ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7.
Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif)
sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif),
sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN.
Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan
terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong
muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan
bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah
yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh
karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih
rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV,
artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang
memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar
daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya
mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih
teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam
pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi
untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk
menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya
harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor
semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga
memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
Keunggulan - Kelemahan Detektor
Dari
pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah
pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya.
Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada
kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang
membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan
resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang
menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor
terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat
ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri
sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas
permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan
detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga
menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat
akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang
berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara
datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor
berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila
respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi
maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk
membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai
resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi
radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik
yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian
elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek
lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena
semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin
mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel
berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum
berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan
sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat
ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang
digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya
adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk
menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Besaran yang Diukur
Besaran yang Diukur
Radiasi merupakan suatu cara perambatan
energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau
bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas:
-
tidak dapat dirasakan secara langsung dan
-
dapat menembus berbagai jenis bahan.
oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir
diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur
kuantitas, energi, atau dosis radiasi.
Kuantitas radiasi
adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada
suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini
berbanding lurus dengan aktivitas sumber dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran
(kuantitas radiasi) merupakan hanya sebagian saja dari semua radiasi yang dipancarkan oleh
sumber.
Energi radiasi (E)
merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi.
Bila sumber radiasi berupa radionuklida maka tingkat energi yang dipancarkan tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau
sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung
pada tegangan anoda (kV). Tabel berikut menunjukkan contoh energi radiasi dari beberapa radionuklida.
Jenis radionuklida
|
Energi
|
Probabilitas
|
Cd-109
Cs-137
Co-60
|
88 keV
662keV
1173 keV dan 1332 keV
|
3,70%
85%
99% dan 100%
|
Dosis radiasi
Dosis
radiasi sering diartikan sebagai jumlah energi radiasi yang
diserap atau diterima oleh materi termasuk tubuh manusia. Nilai dosis sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis
dan energi radiasi serta jenis materi yang dikenainya.
Dalam
bidang proteksi radiasi nilai ini sangat penting karena berkaitan langsung
dengan efek yang ditimbulkan radiasi pada tubuh manusia. Terdapat batasan nilai
akumulasi dosis tahunan (NBD) yang diizinkan serta turunannya per jam yaitu:
-
50 mSv. per tahun atau
-
25 µSv. per jam
Minggu, 26 Mei 2013
Surveimeter
Surveimeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi
pada suatu area secara langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat
memperkirakan jumlah radiasi yang akan diterimanya bila akan bekerja di suatu
lokasi selama waktu tertentu. Dengan informasi yang ditunjukkan surveimeter ini,
setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena paparan radiasi yang
melebihi batas ambang yang diizinkan.
Sebagaimana fungsinya, suatu survaimeter harus bersifat portable
meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi survaimeter
terdiri atas detektor dan peralatan penunjang seperti terlihat gambar berikut.
Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current mode)
sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas
radiasi. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi
skala dosis, misalnya dengan satuan roentgent/jam.
Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara
langsung, seperti detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat
digunakan. Dari segi praktis dan ekonomis, detektor
isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor sintilasi juga
banyak digunakan, khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma, karena mempunyai
efisiensi yang tinggi.
Jenis Surveimeter
Terdapat beberapa jenis survaimeter yang digunakan untuk jenis radiasi yang
sesuai sebagai berikut.
-
Survaimeter Gamma
-
Survaimeter Beta dan Gamma
-
Survaimeter Alpha
-
Survaimeter neutron
-
Survaimeter Multi-Guna
Survaimeter gamma merupakan survaimeter yang sering digunakan dan pada
prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering
digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau detektor sintilasi
NaI(Tl).
Berbeda dengan survaimeter gamma biasa, survaimeter beta dan gamma
mempunyai detektor yang terletak di luar
badan survaimeter dan mempunyai “jendela” yang dapat dibuka atau ditutup.
Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya
harus dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup.Detektor
yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.
Survaimeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan survaimeter dan
terdapat satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat
tipis, biasanya terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau
tergores benda tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas
proporsional atau detektor sintilasi ZnS(Ag).
Survaimeter neutron biasanya menggunakan detektor proporsional yang diisi
dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapat berinteraksi dengan unsur
Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka survaimeter neutron biasanya
dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau polietilen yang
berfungsi untuk menurunkan energi neutron cepat menjadi neutron termal.
Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang akan diukur adalah
neutron cepat.
Pada
saat ini sudah mulai dipasarkan jenis survaimeter yang serbaguna (multipurpose)
karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana
survaimeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu
tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan
spektrum distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.
Prosedur Pemakaian Surveimeter
Tiga
langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan survaimeteradalah:
-
memeriksa batere
-
memeriksa sertifikat kalibrasi
-
mempelajari pengoperasian dan pembacaan
Periksa batere: Hal ini dilakukan untuk menguji
kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila tegangan tinggi detektor tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif
terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter akan menunjukkan nilai
yang salah.
Periksa sertifikat kalibrasi: Pemeriksaan sertifikat
kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa tanggal
validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang
membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.
Dsebenarnya
= Dterukur x Faktor Kalibrasi
Bila
sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut
harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.
Pelajari pengoperasian dan pembacaan: Langkah ini
perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan survaimeter “baru”. Setiap
survaimeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang berbeda-beda,
biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan
sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala rontgent /
jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau bahkan masih dalam cpm
(counts per minutes).
sumber:http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_02.htm
Label:
Surveimeter
Langganan:
Postingan (Atom)